Kurikulum Muatan Lokal Papua: Jalan Pulang Pendidikan yang Relevan

Ben
2 Min Read
Titus Pekei foto bersama ibu guru muatan lokal bersama siswanya. Mengikuti acara workshop pelestarian dan pengembangan noken, di Nabire Papua Tengah 18 Maret 2024.

Papua adalah rumah dari ratusan bahasa dan budaya yang hidup berdampingan. Namun, sejak diberlakukannya berbagai kurikulum nasional, seperti Kurikulum 2013 hingga Kurikulum Merdeka, Muatan Lokal (Mulok) di Papua kerap belum mendapatkan tempat yang semestinya. Padahal, Papua adalah kawasan multikultural yang menuntut model pendidikan yang berpihak, kontekstual, dan relevan dengan realitas masyarakat setempat.

Bukan Tambahan, Tapi Fondasi

Muatan Lokal bukan pelengkap kurikulum, melainkan pintu masuk pendidikan yang membumi. Di Papua, Mulok seharusnya menjadi mata pelajaran utama untuk mengenalkan siswa pada jati diri mereka, budaya, bahasa, nilai-nilai, serta kekayaan alam yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Melalui Mulok, siswa belajar tidak hanya teori, tetapi juga nilai kehidupan. Salah satunya adalah mengajarkan dan mempraktikan  cara pembuatan noken, dari menanam dan memelihara pohon yang akan dijadikan bahas noken,  membuat noken, hingga memahami filosofi adat dalam menjaga hutan dan limbah. Pendidikan seperti inilah yang sejatinya kontekstual.

Pendidikan yang Kontekstual

Kurikulum Merdeka sebenarnya memberi ruang bagi daerah untuk mengembangkan Mulok sesuai potensi dan karakter lokal. Namun, peluang ini belum dimanfaatkan maksimal. Pemerintah daerah dan sekolah perlu menyusun strategi pembelajaran berbasis budaya dan kearifan lokal. Misalnya, mengajarkan Bahasa Mee, Damal, Amungme, atau seni tari dan musik tradisional yang menjadi identitas suku-suku di tujuh wilayah adat Papua.

Tak kalah penting adalah pelibatan komunitas adat, tokoh budaya, mama-mama perajin noken, dan pelaku seni lokal dalam proses belajar. Pembelajaran bisa dilakukan melalui proyek langsung seperti merajut noken, menganyam, hingga mengenal praktik pertanian dan perikanan lokal.

Mengapa Ini Mendesak?

Tanpa pendidikan yang berakar pada tanahnya sendiri, generasi Papua akan tumbuh asing terhadap dirinya. Muatan Lokal adalah benteng budaya, identitas, dan sekaligus peluang ekonomi. Anak-anak Papua berhak dididik dengan cara yang memuliakan siapa mereka, di mana mereka tinggal, dan apa yang mereka miliki.

Inilah saatnya menjadikan pendidikan sebagai jalan pulang: pulang ke akar budaya, pulang ke jati diri, dan pulang ke masa depan yang dibangun atas nama kearifan lokal. Kurikulum Merdeka baru benar-benar merdeka jika Papua diberi ruang untuk mendidik anak-anaknya dengan caranya sendiri.

 

Titus Agiyadokii

Share This Article
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *