WARTA PAROKI BILOGAI.com- Setiap kehidupan manusia tak lepas dari penderitaan. Penderitaan hadir dalam berbagai aspek kehidupan: keluarga, komunitas, lembaga, hingga lingkungan masyarakat. Bentuk-bentuk penderitaan itu bisa berupa kesulitan, penyakit, kemiskinan, beban hidup, dan berbagai situasi yang memunculkan kehilangan nilai cinta kasih. Penderitaan seringkali muncul karena kurangnya rasa saling percaya, penghargaan, penghormatan, dan cinta dalam membangun persaudaraan sejati dalam hidup bersama.
Namun, dalam penderitaan Yesus di kayu salib, kita menemukan nilai kasih, pengampunan, dan pembebasan yang sejati bagi seluruh umat manusia. Melalui pengorbanan-Nya, Yesus menghadirkan kehidupan baru dan memperkenalkan kasih sejati yang menyentuh seluruh aspek kehidupan. Cinta-Nya mengajarkan kita arti pengorbanan total bagi sesama, untuk saling mengasihi, mengampuni, dan memaafkan dengan tulus.
Kasih sejati akan hidup ketika kita membangun persaudaraan dan menjunjung tinggi martabat manusia. Demi kasih-Nya, Yesus rela wafat di kayu salib untuk memberikan pembebasan yang sejati bagi semua orang. Salib menjadi lambang pengorbanan dan cinta kasih-Nya yang abadi.
Salib-Nya menghancurkan beban dosa, ketidakadilan, dan perilaku-perilaku yang tidak mencerminkan kasih. Penderitaan-Nya menjadi simbol cinta kasih yang tulus dan sempurna, meskipun banyak dari kita masih hidup dalam dosa dan menolak untuk bertobat. Sikap tidak mau mengampuni, dendam, dan keangkuhan hati merupakan cerminan dari egoisme kita. Oleh karena itu, penderitaan-Nya adalah ajakan untuk menjadi pelaku cinta kasih yang hidup, terlebih di tengah dunia yang semakin dipenuhi ketidakadilan dan penindasan.
Perayaan Jumat Agung mengingatkan kita akan kisah sengsara Yesus, sebagaimana tertulis dalam Injil Yohanes 18:1–19:42. Kisah ini menggambarkan penderitaan Yesus secara mendalam, mulai dari penangkapan-Nya di Taman Getsemani, pengadilan yang tidak adil, hingga penyaliban-Nya. Dari peristiwa ini kita belajar tentang kesetiaan, ketaatan, cinta kasih, dan pengampunan yang tulus. Semua penderitaan itu ditanggung-Nya karena cinta-Nya kepada kita.
Yesus rela menerima hinaan, siksaan, pukulan, dan ejekan karena cinta-Nya kepada umat manusia. Penderitaan-Nya adalah bagian dari rencana Allah untuk menyelamatkan umat-Nya. Penderitaan ini menjadi teladan nilai kasih yang total dan panggilan untuk membela keadilan sejati.
Di zaman sekarang, penderitaan manusia semakin bertambah. Ketidakadilan dan penindasan kian nyata dalam setiap aspek kehidupan. Secara khusus di tanah Papua, kita menyaksikan dan mengalami kekerasan yang menghantui setiap sendi kehidupan. Nilai-nilai kasih, sukacita, keadilan, dan kedamaian mengalami kemunduran. Bentuk penderitaan seperti kekerasan, kemiskinan, kelaparan, penindasan, ketidakadilan, siksaan, pembunuhan, pemaksaan, marginalisasi, dan pengucilan kian nyata dalam kehidupan masyarakat.
Karena itu, kita semua dipanggil untuk menjadi pembawa kabar sukacita dan pembela kasih, cinta, kedamaian, serta keadilan bagi sesama. Dunia membutuhkan kehadiran kita sebagai pelaku kasih, yang dengan penuh ketulusan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan.
Di akhir refleksi ini, marilah kita merenungkan kembali pengorbanan Yesus di kayu salib, yang telah menyelamatkan kita semua. Semoga penderitaan-Nya memotivasi kita untuk bertobat, berserah diri, dan meneladani-Nya dalam hidup sehari-hari dengan rendah hati, bijaksana, serta penuh kasih. Mari kita menjadi pelaku cinta kasih yang hidup dan nyata bagi sesama, di tengah dunia modern ini.
Oleh : Frater Yuven Belau, Pr.